Selasa, 29 Maret 2011

Tulisan

Ada yang bilang "tulisan seseorang menggambarkan penulisnya". Terkadang sada yang menyalah artikannya seolah-olah ketika seseorang menuliskan untaian kata-kata yang hendak dikeluarkan dari pikirannya berati dia sedang merasakan hal itu. Padahal belum tentu, bukan? Bisa saja si penulis cuma menemukan inspirasi dan apresiasi terhadap suatu hal yang dia amati (tidak mengalaminya secara langsung).
Memang, menulis adalah dapat membuat penulis menuangkan isi hatinya. Tapi terkadang juga isi pikirannya yang berbau imajinasi atau pengamatan. Ya, pesan sebuah tulisan memang sudah tereduksi akibat ulah sentimentil nan galau dari penulis di jejaring sosial. Banyak pengguna jejaring sosial mulai menikmati fasilitas "curhat-colongan" dengan berbagai pesan singkat yang juga dapat berguna untuk menarik perhatian atau bahkan mencari perhatian orang lain. Ya, setiap orang lain ingin diperhatikan dengan caranya masing-masing.
Selagi itu hal-hal yang berbau positif dan tidak mengumbar kebencian yang berlebihan terhadap sesuatu, menurutku tidak ada yang salah. Tapi ya, sekali lagi, terkadang syarat tadi tidak terpenuhi. Masih banyak orang yang menggunakan jejaring sosial atau media untuk mengumbar kebencian dan memancing emosi dari pihak lainnya. Saya berharap, sebaiknya yang waras mengalahlah alias jangan mudah terpancing dengan umpan tidak layak sejenisnya.
Kembali lagi ke topik tulisan dan penulis. Tulisan dapat membuat provokasi yang belum tentu dimaksudkan oleh penulis ketika dia menuliskannya. Seperti Shakespeare yang menulis tentang roman Romeo&Juliet tak bermaksud membuat kisah cinta sehidup semati melainkan kisah indahnya perdamainan, tapi justru sisi 'sehidup-semati' yang lebih diapresiasi oleh pembaca. Mungkin sebaiknya kita sama-sama belajar semiotika dan hermeneutika untuk membahas lebih lanjut :)

2 komentar :

nanang mengatakan...

Semiotika yah? Hmhmhm
"...Semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta" -Umberto Eco
Semiotika biasanya sih mempelajari petanda dan penanda.
Bicara tentang tanda ada tanda sebenarnya (proper sign), ada tanda palsu (pseudo sign),tanda dusta (false sign), tanda daur ulang (recycled sign), tanda artificial, dan tanda ekstrim (superlative sign)- Yasraf Amir Piliang.
Dari keenam tanda cuman 1 yg menunjukkan kebenaran realitas.
Pertanyaanya, apa tulisan ini betul2 tanda sebenarnya?
Representasi juga perlu 3 hal:
Representasi mental, representasi intensional, dan reprentasi konstruksional untuk mencari kebenaran subjektif dr tulisan2mu. Semiotika mengajarkan orang untuk mencurigai, seperti jika orang2 mengatakan "jujur" pasti secra tidak langsung (eksplisit) juga mengajarkan bohong. Itulah konsep oposisi biner dalam modernism.

Dini Anggreini mengatakan...

Yup, memang maksudku dengan tanda-tanda yang ada, memaknainya, dan mencari makna di balik makna. Saya sedang sangat tertarik untuk mempelajarinya dan masih perlu belajar banyak memang. Maksudku, mencurigai tapi tidak berarti mencocoklogikan seperti pemikiran seorang skizofrenia.