Sabtu, 21 April 2012

Praktikum PoA versus Macet

Apa kabar praktikum PoA? Saya masih dalam perjalanan menuju kampus di tengah kemacetan kota Makasar saat seharusnya saya harus ada untukmu di ruang kuliah Faal (RKF). Sebuah truk di jalur menuju kampus tercinta (antara Adipura dan jembatan Tallo) terparkir tidak berdaya memacetkan kota. Bukan, bahkan bisa dikatakan membuat kendaraan parkir, tak bergerak sama sekali dalam waktu yang cukup lama. Kota ini seperti 'salah penataan', sedikit saja terhambat sudah macet.

Sebenarnya saya sudah tahu kalau dari pagi ada macet karena ada truk yang (kabarnya) bannya pecah. Makanya saya sengaja ke kampus tidak terburu-buru, berharap macet sudah usai ketika saya berangkat. Paling tidak, bisa lewa tol. Tapi ternyata, maetnya belum juga selesai dan Mama tidak mau lewat tol. Alhasil dua jam terkatung-katung dalam macet dan dalam perasaan "bisa tidak ya, saya ikut praktikum setelah telat lebih dari satu jam?".

Lebih menggalaukan lagi, sinyal di sekitaran Panaikkang sangat jelek. Saya tidak bisa memantau via recent update BBM info siapa saja yang telat atau apakah ada kemungkinan bisa ikut praktikum. Sekiran jam 11 akhirnya saya melewati truk 'biang'kerok' kemacetan pagi ini. Waktu itu sekitar tiga jam lebih sejak recent-update tentang macet dimulai, sekitar satu jam lebih dari jadwal praktikum PoA atau lebih tepatnya dua puluh menit sebelum praktikum berakhir. Eh, kenapa truk-biang-keroknya belum diderek, Pak Polisi? (-__-)a

Macet mengajarkan saya banyak hal hari ini. Mungkin karena memang saya sedang sok puitis, sok dramatis, dan sok peka, saya menganggap fenomena macet itu seperti kehidupan. Kita menunggu giliran maju dan terkadang mengekor dengan mobil yang ada di depan mobil kita. Supaya bisa terus maju, kita harus punya strategi bertahan di lajur yang lebih lancar. Bisa saja kita pindah lajur ke kiri maupun ke kanan namun, kita harus ingat terkadang jalanan makin sempit dan bisa saja lajur kita terpaksa mengalah.

Mobil yang ada di depan kita bisa saja nantinya akan ada sejajar dengan kita maupun bisa di belakang kita, begitupun sebaliknya. Lebih mudah di belakang mobil yang sama ukurannya karena artinya mobil kita bisa melewati jalur yang mobil tadi lalui. Sebaliknya, berada diantara truk dengan lajur yang sempit adalah pilihan sulit. Terkadang kita memilih untuk tidak maju karena takut terhimpit. Semua ingin terus maju yang membedakan ialah kemampuan mengambil kesempatan. Sama seperti persaingan dalam kehidupan.

Setelah melewati truk tadi, jalanan sangat lancar begitupun dengan recent-update BBM. Sempat terpikir tidak hanya saya yang telat, tapi melihat recent update yang tidak segalau dugaanku artinya prognosis buruk. Benar saja, sampai di kampus ternyata sisa 10 menit lagi praktikum selesai. Untung saja tadi saya cukup beruntung untuk lincah di saat yang tepat. Setelah praktikum rupanya tidak ada lagi kuliah. Artinya perjuangan saya untuk ke kampus demi 10 menit saja ? Sungguh tidak rela. X_X

Selasa, 17 April 2012

Mengitung Mundur

Mungkin terlalu cepat untuk menghitung mundur waktu lepas dari beberapa jabatan yang selama setahun belakangan ini mengoyakkan hidup saya. Ya, paling cepat sebulan lagi. Sebulan lagi saya akan lepas (paling tidak terbebas dari tanggung jawab sebagai pengurus) dari tiga amanah: BEM, HmI Kom. Kedokeran Unhas, dan tentunya jabatan asisten Faal FK Unhas. Ada kemungkinan sebelum saya menginjak umur 21 di akhir bulan Mei depan saya sudah terlepas dari semua itu. Ada kemungkinan saya sangat bersyukur dan ada kemungkinan saya akan sangat rapuh saat itu.

Bisa dikatakan ketiga amanah itu sangat mempengaruhi hidup saya, baik sebelum akhirnya dipercaya maupun sampai sekarang. Ketika saya mengutak-atik laptop, saya menemukan banyak file kenangan bagaimana hidup saya terus berlanjut dari satu masa ke masa lain, dari satu kawan ke kawan lain. Sepertinya saya tidak memerlukan 'amnesia' seperti pemeran utama film "The Vow' untuk bingung mengapa hidup saya seperti ini sekarang jika dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya. Apa yang dulu saya pertahankan sekarang bukan prioritas lagi.

Banyak hal yang tidak lagi saya paksakan, tapi tetap ada hal yang saya coba untuk selesaikan. Mungkin ini yang disebut psikologi-pengurus ya? Tapi tidak juga, setidaknya ini juga berpengaruh pada kehidupan sosial saya. Terkadang saya merasa menyesal dan ingin kembali ke masa-masa minimal sesaat saya ikut LKTM Ekonomi dulu. Banyak persimpangan yang saya lewati setelahnya dan keinginan untuk memutar balik sejujurnya sangat kuat. Tapi saya tahu bila diulangi sekali lagi mungkin hasilnya tetap sama. Apa yang tidak ditakdirkan ya tidak akan terjadi #eh

Pelajaran penting yang saya dapatkan ialah jangan terlalu menggantungkan kebahagiaan terhadap sesuatu. Termasuk jangan terlalu berpegang teguh dengan apa yang orang lain janjikan. Sudah terlalu banyak pembuktian dalam setahun ini, banyak janji maupun pernyataan sikap orang sekitar saya yang bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau diingat lagi, tetap ada perasaan mendongkol yang Alhamdulillah mulai menghilang ketika mengingat semua 'jebakan' yang telah saya lalui. Paling tidak sekarang saya bisa mengukur banyak hal.

Saya mencoba konsisten dengan prinsip bila tidak suka diperlakukan seperti itu, maka jangan melakukannya. Selain tidak kontradiktif dengan hati, setidaknya tidak memperumit masalah. Saya tetap di sini, tidak menghilang kemana pun. Mungkin sekarang saya cuma butuh waktu untuk menerima transisi atas banyak hal. Hidup mungkin telah mengajak saya berpetualang, tapi saya tetap Dini. Setelah ini mungkin hidup saya akan sangat hampa tapi mungkin itu yang saya butuhkan saat ini. Tapi mungkin saja itu hanya untuk beberapa saat saja :)