Terkadang bukan pemeran utama dalam suatu kisah yang dapat mencuri perhatian Anda dalam membaca sebuah novel, namun sekedar pemain pendukung kisah tersebut.
Saya suka membaca seperti saya malas membaca. Saya senang membaca suatu kisah yang pasti bagus dalam artian telah direkomendasikan oleh orang-orang sekitar saya. Walaupun terkadang ada juga hal yang membosankan, tapi saya tetap membacanya sampai saya menemukan cerita menarik dan membuat saya tenggelam dalam ceita itu. Sebut saja, Harry Potter series dan Twilight saga adalah contoh buku-buku yang saya baca karena sangat direkomendasikan oleh sahabat-sahabat saya. Perlu dikoreksi, mereka selalu mem”follow up” baik sengaja atau tidak sengaja apakah saya sudah membaca buku tersebut atau tidak. Seakan ada pesan yang mereka sampaikan lewat buku tersebut dan saya harus membacanya agar “nyambung” dengan mereka. Syukurlah buku-buku yang mereka rekomendasikan selalu menjadi box office, sehingga saya yang penggemar nonton film ini justru merasa tertolong telah membaca novelnya sebelum menonton.
Banyak karakter yang menarik dalam setiap novel, namun terkadang bukan tokoh utama yang menarik perhatian pembaca. Misalnya saja Jacob dalam twilight saga yang mampu mengkalutkan hati pembaca yang terkadang merasa menjadi Bella yang bingung harus setia pada Edward atau tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, tentu saja kita menjadi tokoh utama dalam hidup kita. Namun di kehidupan orang lain? Apakah kita hanya kebagian peran menjadi seorang Jacob Black dalam kehidupan Bella Swan?
Beberapa bulan lalu, saya termakan janji untuk membaca suatu novel lama yang tidak pernah saya lihat di took buku sebelumnya, Kisah 47 Ronin. Saya mendapatkan file pdf dari novel ini dari seorang senior dan dengan bodohnya saya terlanjur mengiyakan untuk membacanya. Awalnya, saya hanya membaca buku ini sedikit-sedikit. Hanya dua bab awal dan saya sudah muak dengan tata bahasa jepang yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang lumayan kaku. Terlebih saya membacanya di laptop dan artinya saya tidak lama-lama membacanya karena kesibukan dan mata saya yang sering perih bila berlama-lama di depan layar laptop.
Janji tetaplah janji. Berhubung saya sudah bosan ditanyai soal perkembangan membaca buku tersebut dan saya sedang libur, akhirnya saya memprint file tersebut setengahnya lalu setengah lagi ketika saya sudah selesai membaca hasil print awal. Buku itu bercerita tentang kesetiaan para Ronin terhadap majikannya. Mereka rela mengorbankan apapun demi membalas dendam kematian majikannya. Bahkan sampai ada yang rela bercerai dengan istrinya demi fokus dan meindungi istrinya dari hukuman yang mungkin ditimpankan kepada keluarga ronin yang memberontak. Cerita yang sungguh tidak romatis.
Bagian yang membuat saya tertarik dari novel itu adalah bagian pasca Oishi, ronin yang meceraikan isrinya tadi, mencelupkan dirinya dengan kehidupan geisha, ke dalam kehidupan Okaru sang geisha cantik yang memikat hatinya sejak pandangan pertama. Semua itu agar menyamarkan misi balas dendam mereka. Sebagai wanita (mendramatisir, ya, anggap saja saja mengerti perasaan seperti wanita) saya sangat sedih ketika Oishi terpakasa menceraikan dan memulangkan istri dan anaknya ke rumah mertuanya demi melindungi sisa keluarganya tersebut. Tapi tentu saja, emosi itu meluap ketika Oishi mulai mabuk-mabukan dan Okaru hadir dalam keidupan Oishi untuk mengobati kerapuhan Oishi.
Pada akhirnya Oishi meninggalkan Okaru ketika misinya sudah tersamar. Misinya berhasil dan ia dihukum harus melakukan “seppuku”. Sesaat senbelum kematiannya ia mengenang orang-orang yang ia cintai termasuk Okaru. Singkatnya, saya mengambil kesimpulan bahwa Oishi telah benar-benar tidak mengontrol perasaannya ketika menjalankan ide gilanya untuk menyamarkan misi utamanya. Hatinya entah itu hanya sedikit atau cukup banyak telah diisi oleh Okaru meskipun Oishi jelas mencintai dan bersyukur atas segala hal yang telah ia lewati bersama istrinya dulu.
Ketika beberapa bualn lalu saya ditanya mengenai apa yang saya pesan yang saya dapat dari buku ini, saya menceritakan kekesalan saya atas Oishi yang “womanizer”. Awalnya, saya menganggap buku ini adalah pelegalan atas perselingkuhan. Ya, saya memang sangat naïf. Meskipun saya sudah membaca bahwa di bab mengenai Okaru jelas jelas Oishi telah menceraikan istrinya, saya tetap merasa Oishi telah beselingkuh. Saya rasa ini tidak adil bagi istrinya, diceraikan dengan alasan ingin fokus dan mau melindungi keluarga mereka namun ternyata sang suami sempat terlibat cinta dengan sang geisha. Meskipun saya telah dijelaskan bahwa Okaru adalah orang baik dan pada dasarnya itu hanya sebuah taktik, saya tetap membenci Okaru dan menganggap Oishi tidak adil. Apakah kalau Okaru adalah orang baik maka itu akan mengurangi rasa sakit hatinya bahwa hati suaminya juga telah dimiliki Okaru?
Namun malam ini secara random saya teringat kembali kisah itu. Bagaimana ternyata saya terlalu fokus pada satu sisi saja? Bagaimana kalau saya salah menerjemahkan maksud penulisnya keika ia menceritakan Okaru? Bagaimana ternyata saya salah menegenali Okaru? Setiap wanita tidak ingin menjadi orang ketiga dan ketika dia menjadi orang ketiga, apakah dia salah? Apakah dia menginginkannya? Apakah dia tidak berhak untuk dibela? Apakah dia juga tidak sakit hati ketika sekelilingnya menceritakan tentang istri dan segala masa lalu keluarga Oishi?
Malam ini saya bersyukur telah memaafkan Okaru yang saya benci saat itu. Terlalu egois bila menyalahkannya. Mungkin seperti yang pendapat orang : “Soal Okaru itu mungkin karena bablas, just by accident”. Jujur saja, saya didik dalam keluarga yang menjunjung tinggi komitmen dan kesetiaan dalam berhubungan dengan siapa saja, baik itu keluarga, sahabat maupun dalam menjalankan organisasi dan tentu saja saya dulu cenderung memihak istri Oishi dan sekarang pun tidak berarti saya berbalik tidak mengasihinya. Beberapa bulan lalu, saya menyalahkan Oishi dan Okaru untuk insiden mereka dan menganggap bab-bab kebersamaan mereka merusak keseluruhan buku itu. Namun saat ini, saya melihat masalah ini dengan sedikit berbeda.
Kita tidak tahu kita telah membuat orang sedih ataupun kecewa atas kebahagiaan yang kita rasakan sekarang, namun semoga kita semua mendapatkan kisah dan akhir yang bahagia.
Makassar, 28 november 2011 2:11AM –saatnya tidur ! :D